Seorang pencuri memasuki rumah Nashrudin dan membawa hampir semua harta benda sang mullah ke rumahnya.
Nashrudin melihat semua kejadian itu dari ujung jalan.
Beberapa menit setelah itu, ia mengambil selimut, pergi ke rumah si pencuri, mendahuluinya pulang.
Ketika sampai di rumah si pencuri, Nashrudin berbaring, pura-pura tidur di rumah si pencuri itu.
“Siapa kamu, dan apa yang kamu lakukan di sini?” tanya si pencuri terkejut bercampur heran karena ada orang yang tak dikenalnya.
“Lho, bukannya kita sedang pindah rumah?”
Salah satu ibrah yang dapat kita petik dari kisah di atas adalah memberikan pelajaran kepada seseorang dengan membuatnya mengalaminya sendiri. Atau, dengan bahasa gampangnya, membuat orang lain berempati.
Misalnya, kisah pemuda yang kepada Rasulullah SAW menyatakan keinginannya untuk berzina.
Alkisah, ada seorang pemuda datang kepada Rasulullah, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berbuat zina.”
Tiba-tiba, ada beberapa sahabat yang menghampiri dan menegurnya, "Diam!"
Kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabat, "Dekatkan ia kepadaku."
Para sahabat menyuruh pemuda itu mendekat kepada Nabi.
Pemuda itu pun mendekat kepada beliau.
Setelah ia duduk, Rasulullah bertanya, "Apakah kamu rela apabila ada orang menzinai ibumu?"
Ia menjawab, "Tidak, demi Allah. Semoga Allah SWT menjadikan aku tebusan bagimu." Kata-kata "tebusan bagimu" dalam tradisi Arab digunakan untuk memperkuat ungkapan sumpah.
Rasulullah berkata, "Orang lain pun tidak rela apabila ada orang menzinai ibunya."
Rasulullah bertanya lagi, "Apakah kamu rela apabila ada orang menzinai putrimu?"
Ia menjawab, "Tidak, demi Allah. Semoga Allah SWT menjadikan aku tebusan bagimu."
Dan Rasulullah berkata lagi, "Orang lain pun tidak rela apabila ada orang menzinai putrinya."
Kembali Rasulullah bertanya, "Apakah kamu rela apabila ada orang menzinai saudarimu?"
Ia menjawab, "Tidak, demi Allah. Semoga Allah SWT menjadikan aku tebusan bagimu."
Rasulullah berkata, "Orang lain pun tidak rela apabila ada orang menzinai saudarinya…."
Lalu Rasulullah meletakkan tangannya kepada pemuda tadi sambil berdoa, "Ya Allah SWT, ampunilah ia atas dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya."
Setelah peristiwa itu, pemuda tadi tidak berpikir untuk berbuat zina lagi. Ia bertaubat.
Orang yang normal tentu tidak akan rela bila ibunya, putrinya, atau saudari perempuannya, dizinai. Nah, dalam kisah di atas, Rasulullah memancing empati pemuda itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengandaikan pemuda tersebut dalam posisi anak ibu yang dizinai, ayah putri yang dizinahi, atau saudara laki-laki saudari perempuan yang dizinahi. Dan ternyata pancingan beliau berhasil, pemuda itu sadar dan kemudian tidak pernah lagi terlintas dalam pikirannya untuk berbuat zina.
Demikian pula yang dilakukan Nashrudin. Ia berusaha membuat si pencuri berempati kepadanya, bagaimana kalau yang dicuri adalah barang-barang si pencuri itu sendiri.
Empati, dalam ajaran Islam, adalah ajaran yang sangat nyata. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota badan merintih kesakitan, sekujur badan akan merasakan panas dan demam.” (HR Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitab At-Targhib juz II/217-218, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur nyenyak dan kenyang di malam hari sementara tetangganya kelaparan padahal ia mengetahui hal itu."
Alangkah indahnya kehidupan ini bila umat Islam menerapkan ajaran ini. Islam rahmatan lil ‘alamin, Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dan rahmat yang hakiki adalah kasih sayang yang terdalam terhadap semua makhluk Allah SWT, yang karena itu Nabi SAW diutus ke muka bumi.
Allah SWT berfirman, "Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Mu'minun: 107).
Selain itu kasih sayang terhadap makhluk merupakan syarat utama untuk mendapatkan kasih sayang Sang Pemilik segala kasih sayang. Nabi SAW bersabda, "Sayangilah makhluk yang di bumi, maka Dzat yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR Imam Thabrani).
“Barang siapa tidak menyayangi orang lain, Allah tidak akan menyayanginya.” (HR Imam Thabrani).
"Sifat penyayang tidak akan dicabut kecuali dari orang-orang yang celaka.” (HR Bukhari).
Kasih sayang seseorang merupakan barometer keimanannya kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Kalian tidak akan beriman sehingga kalian menyayangi."
Bahkan empati yang diajarkan Islam, cakupannya lebih luas. Tidak hanya kepada sesama muslim.
Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, secara keseluruhan kami ini penyayang."
Beliau menjawab, “Kasih sayang bukan kepada teman saja, tetapi kepada manusia seluruhnya.” (HR Imam Thabrani).
Dari hadits itu jelas, Islam mengajarkan agar kita berempati kepada orang lain. Dan empati dalam hal ini adalah terhadap sesama manusia. Tidak pandang suku, ras, bangsa, atau bahkan agama.
Semoga Allah menjadikan kita ke dalam golongan umat Nabi SAW yang hatinya dipenuhi dengan kasih sayang. Amin....
Sumber : http://majalah-alkisah.com/index.php/humor-sufi?start=1
No comments:
Post a Comment