Monday, 13 October 2008

Menggagas Kembali Sistem Pendidikan Islam


“Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif …..”

(Ajip Rosidi, Ketua Umum Yayasan Rancage, dalam penutupan Konferensi Internasional Budaya Sunda I,

di Bandung, Minggu (26/8/2001))


LATAR BELAKANG

Benarkah apa yang dinyatakan oleh Ajip Rosidi di atas? Bila benar, apa sebenarnya yang masih diwarisi oleh sistem pendidikan nasional dari sistem pendidikan kolonial? Apa indikasinya? Dan yang terpenting, apa yang musti dilakukan untuk memperbaiki sistem pendidikan yang carut marut itu? Perombakan total seperti apa, mengikuti saran Ajip, yang harus dilakukan?

Ketika dunia pendidikan kembali dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik. Maka, seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, Ajip Rosidi dan mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan, mempersoalkan hal yang lebih mendasar. Yakni tentang sistem pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekuler-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental pada semua proses pendidikan.

Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

PENDIDIKAN SEKULER BAGIAN DARI KEHIDUPAN SEKULER

Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.

SOLUSI FUNDAMENTAL

Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang keliru dimana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuleristik, yakni sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik.

Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif .

Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani.

Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orang tua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.

Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi media pendidikan yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada norma agama; berita-berita pada media masa yang cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada pribadi anak didik.

Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diujudkan dengan Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.

Solusi pada Tataran Paradigmatik.

Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas aqidah Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas.

Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah) dan penguasaan tsaqofah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi, epistemologi dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan ketiganya.)

Solusi pada Tataran Strategi Fungsional

Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga, sekolah/kampus dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.

Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama, Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.

Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni: Pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan dimana semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru/dosen yang profesional, amanah dan kafa’ah, (3) proses belajar mengajar secara Islami, dan (4) lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.

Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus – keluarga – masyarakat inilah yang akan membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam.

Berangkat dari paparan di atas, maka untuk mewujudkan lembaga pendidikan unggulan yang dimaksud setidaknya terdapat empat komponen yang harus dipersiapkan guna menunjang tindak solusif sebagaimana yang digagas, yakni penyiapan kurikulum paradigmatik, sistem pengajaran, sarana prasarana dan sumberdaya guru/dosen. (aliya)

From: http://femaleofhati.blogspot.com

Friday, 10 October 2008

Hidup Bahagia Awal Kesuksesan

Oleh : KH.Abdullah Gymnastiar

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita kebahagiaan. Karena bahagia ini yang akan menghantarkan kita pada kesuksesan. Menurut penelitian, orang yang hari-harinya diliputi kebahagian, hidupnya lebih optimis dibanding orang yang biasa-biasa saja, yang cenderung pesimis. Ingat, kesuksesan hanya dimiliki oleh orang-orang yang optimis. Adapun yang menjadi indikasi seseorang mudah mencapai kesuksesan karena beberapa sebab.

Pertama, kuatnya iman. Dapat dipastikan seseorang yang kuat imannya kuat pula tekadnya. Sebesar apapun persaingan tak menjadikan dirinya gentar. Kedua, tidak bergantung pada mahluk. Dia meyakini betul dengan bergantung pada mahluk maka kekecewaan yang terjadi. Di musim pemutihan atau musim PHK misalnya. Seseorang yang berjiwa optimis tidak terlalu menghiraukan apakah dirinya kena PHK atau tidak. Yang jelas, bagaimana caranya untuk tetap bekerja sebaik mungkin. Ketiga, tampil apa adanya atau just the way you are. Orang yang tampil apa adanya orientasinya bukan pada penilaian mahluk melainkan pada Allah SWT. Mau dipuji atau tidak dipuji tetap bahagia. Keempat, jangan sebel sama orang lain.Rasa tidak suka pada orang lain pasti pernah dialami setiap orang.Bagaimana rasanya? justru tambah sengsara.Mau bertegur sapa malas karena sebel. Mau ada kepentingan pun lebih baik dibatalkan karena sebel. Ujung-ujungnya sengsara yang terasa.Maka benarlah musuh satu terasa banyak dibandingkan dengan teman seribu. Kelima, mudah memaafkan. Orang yang bahagia hidupnya penuh dengan kelapangan.Setiap ada perlakuan yang tidak mengenakan dari orang lain serta merta memaafkan. Karena percuma, mau dibuat sebel juga sudah terjadi. Keenam, menjauhkan diri dari dosa. Ini sudah menjadi kewajiban bagi kita selaku muslim.Karena dosa inilah yang akanmenguragi amalan. Syukur-syukur kalau ada sesuatu yang mendatangkan pahala jika tidak, kita tekor. Nah, untuk itu saudaraku, mari kita hiasi hidup kita yag sebentar ini dengan kebahagiaan. Kuatkan iman, jauhkan diri dari bergantung pada mahluk, tampil apa adanya, jangan sebel sama orang lain, mudah memaafkan, dan menjauhlah dari dosa. Semoga Allah tetap menggolongkan kita menjadi hamba-Nya yang bertakwa. Amin. Wallahu a'lam bishshawwab.

Monday, 6 October 2008

Ganti Dengan Yang Lain

Beberapa menit yang lalu ketika saya jalan-jalan bersilaturrahmi ke blog sobat-sobat saya untuk memebrikan ucapan lebaran dan meninta maaf kepada para sahabat tercinta, ketika sampai di blognya mas Reekoheek, setelah selasai menulis di kotak komentar, pandangan saya tertuju kepada qorianiesme (sebuah kata yang ada dalam kumpulan link yang diberi judul Teman Maya). Ini pasti hebat!! karena ada isme-nya. Merasa penasaran maka langsung saja saya klik. Dan ternya woowww.. benar-benar hebat..


Dan disilah saya mendapatkan sebuah ilmu yang sangat berharga, kata-kata yang sangat familier dengan kehidupan saya sehari-hari, mudah-mudahan tidak pada diri Anda.. Kata-kata yang harus saya ganti dengan kata-kata yang lain. Kata-kata tersebut adalah (ditulis seperti aslinya):

"assalamualaikum k'hanee,gmana puasanya lncr? skdr info nch: Kalo kita MUSLIM,jgn blg "mosque" tp "masjid" krn orgnisasi Islam mnemukan bhw "mosque"=mosquitos=nyamuk..jgn tulis "mecca" tp "MAKKAH" krn "mecca"=rumah anggur,bir..jgn tulis "mohd" tp tul!s lengkap "MUHAMMAD " krn "mohd"=anj!ng brmulut bsr.. jgn tl!s "4JJI" tp tul!slah "ALLAH " krn "4JJI"=for Judas Jesus Isa Almas!h.. jgn tul!s "Ass" tp tul!slah "ASSALAMU ALAIKUM" krn "ass"=pantat.. Tolong sebarkan kpd Musl!m la!n semampu qta..."

Bagaimana dengan Anda?

Sunday, 5 October 2008

Minal 'Aidzin Wal Fa'izin

Walau sedikit terlambat (karena selama 7 hari mudik ke kampoeng halaman tidak pernah nyentuh internet. Maklum di desa ga' ada internet. :D ). Di hari yang masih bersuasana Idul Fitri ini adalah sangat diperintahkan bagi kita untuk saling bersilaturrahmi dan salig bermaaf-maafan antar sesama serta saling mendo'akan bagi sesama.

saya Arif Luqman Nadhirin mengucapkan:

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H
Minal ‘Aidzin wal Fa’izin
Arif mohon maaf lahir batin ya, selama ini sudah banyak salah,
baik perkataan maupun perbuatan.. :-)
Semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT. Amin
(Arif Luqman Nadhirin)